sekata.id, TANJUNG – Ekspresi politik warga negara dalam partisipasinya dalam hajatan politik merupakan manifestasi pendidikan politik dan kesadaran bernegara yang tidak boleh dipersulit melalui pungutan pajak.
Koordinator Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong, Kadarisman mengatakan, Reklame dan sejenisnya baru akan bernilai pungut pajak jika mengarah pada tujuan komersial.
“Pada pasal 60 UU Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, bahwa Reklame yang diselenggarakan dalam kegiatan politik sosial dan keagamaan adalah objek yang dikecualikan dari pajak,” ungkapnya kepada sekata.id, Rabu (04/10/2023).
Kadarisman meyakini, baik di Perda atau pun di Perbup tidak mungkin isinya senaif seperti apa yang dikatakan oleh Bapenda Tabalong.
“Karena itu jelas – jelas menentang aturan di atasnya, menentang UU,” ucapnya.
Menurut Kadarisman, di dalam undang-undang sudah sangat jelas mengatakan dalam konteks kegiatan politik sosial dan keagamaan pajak reklame dikecualikan.
Oleh karena itu partai politik dan Bacaleg tidak perlu memenuhi surat dari Bapenda, karena itu praktik bernegara yang menyalahi.
“Apa – apa yang tidak tepat dalam penyelenggaran administrasi publik kita harus berikan koreksi agar kebijakan itu tidak bathil dan zalim, atau menghalang – halangi komunikasi parpol dan Bacaleg kepada konstituennya,” bebernya.
Kadarisman juga menyebut, Bapenda sebagai instrumen pemerintah mestinya dapat mendukung warga negara dalam mengaktualisasikan hal politiknya yang mereka lakukan komunikasi politik dalam bentuk reklame.
Jangan parpol dan caleg yang ingin berpartisipasi dalam mekanisme politik diminta bayar pajak. Coba kalau berani reklame kegiatan keagamaan juga diminta suruh bayar pajak, apa tidak ramai kita bernegara.
“Jadi pesan saya, jangan menciptakan kegaduhan dalam suasana rakyat sedang menikmati hak – hak nya untuk melibatkan diri dalam politik praktis hanya karena gagal menerjemahkan regulasi,” pungkasnya. (arf)