sekata.id, TANJUNG – Di tahun 2024 mendatang, tepatnya tanggal 14 Februari 2024 Indonesia akan menggelar pesta demokrasi melalui pemilihan umum (Pemilu).
Pemilu merupakan salah satu proses esensial yang dilakukan secara damai sebagai sarana peralihan tampuk kepemimpinan negara.
Sebagai warga negara Indonesia, kita sebaiknya mengetahui bahwa pelaksanaan pemilu memiliki payung hukum yang kuat. Payung hukum ini termaktub dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017.
Undang-Undang ini terdiri dari 150 halaman yang menjelaskan secara detail, pasal demi pasal tentang pemilu mulai dari istilah, perangkat-perangkat yang terlibat hingga tata cara pelaksanaannya.
BAB 1 pasal 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah pemilu adalah “Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Dari pengertian pemilu tersebut, seharusnya kemudian muncul pertanyaan, Siapa DPR dan DPRD? Siapa DPD? Untuk apa kita memilih mereka dan juga memilih presiden dan wakil presiden?
Apabila kita mampu untuk menjawab pertanyan-pertanyaan tersebut, maka bisa dikatakan kita mulai melek dengan dunia politik dan tata negara.
Pengetahuan ini menjadi penting demi tercapainya salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Anggota DPR, DPRD, DPD dan presiden serta wakilnya adalah perangkat negara yang menjadi wakil rakyat untuk menjalankan ketatanegaraan agar tercipta negara yang makmur, berkeadilan dan beradab serta melindungi segenap warga negaranya sebagaimana amanat UU Dasar 1945.
Pada BAB 1 pasal 1 itu juga dijelaskan istilah dari pemilih dalam pemilu “Pemilih adalah warga negara Indonesia yang sudah genap berusia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin.”
Dalam pandangan hukum negara, warga negara Indonesia yang telah mencapai umur 17 tahun dianggap cukup dewasa dan mampu bertanggung jawab untuk menentukan wakilnya di pemerintahan.
Oleh sebab itulah, pemberian KTP sebagai salah satu syarat untuk menjadi pemilih dalam pemilu diberikan pada mereka yang sudah berusia 17 tahun ke atas.
Para pemilih pemula ini biasanya belum terlalu paham bahkan tidak paham sama sekali dengan istilah-istilah dalam dunia politik.
Seyogyanya mereka ini mendapatkan pendidikan politik yang memadai, baik itu dari bangku sekolah ataupun forum-forum ilmiah agar pada saat pemilu betul-betul menggunakan hak suara mereka dengat tepat dan bukan karena ada unsur paksaan dan iming-iming materi.
Sudah menjadi rahasia umum dalam dunia perpolitikan Indonesia, bahwa calon-calon wakil rakyat banyak yang menggunakan cara-cara kotor untuk meraih suara rakyat.
Misalnya dengan istilah “serangan fajar” entah itu dalam bentuk uang atau bagi-bagi sembako.
Apabila para pemilih memiliki pengetahuan yang memadai tentang siapa wakil yang mereka pilih, maka serangan-serangan fajar tidak akan mampu untuk membelokkan kecerdasan berpolitik pemilih.
Hal ini akan sejalan dengan prinsip demokrasi yang kita pahami sejauh ini yaitu suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat serta bukan untuk kepentingan elit dan partai politik.
Namun sayangnya, pendidikan politik di Indonesia lebih dikuasai oleh media-media mainstream, baik nasional maupun lokal yang menggiring opini pemilih dengan kecenderungan memilih salah satu tokoh yang difigurkan.
Calon wakil rakyat sejatinya adalah anggota dari salah satu partai politik dimana setiap partai mengaku menjadi wakil dari rakyatnya.
Akan tetapi, betulkah jika mereka sudah duduk menjadi wakil rakyat akan betul-betul mewakili rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Atau mereka hanya mencari penghidupan selama menajdi wakil rakyat?
Jika mereka adalah betul mewakili rakyat yang memilihnya, mereka akan berjuang sekuat tenaga menyampaikan aspirasi rakyat di pusat pemerintahan.
Namun, jika para wakil rakyat ini hanya minta dipilih dengan tujuan untuk mencari penghidupan, maka mereka tidak akan peduli dengan suara-suara dari rakyat yang mereka wakili.
Untuk itu kita perlu bertanya sekali lagi pada diri kita, ‘Apakah pemilu 2024 akan menjadi pesta demokrasi rakyat atau menjadi pesta wakil rakyat?
Selamat menanti pemilu 2024, semoga para pemilih mampu menggunakan hak suaranya sesuai dengan pengetahuan politik dan bukan karena money politik. (*)
Oleh: Mukhlish Abdi, Mahasiswa PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan Guru PAI SD Plus Murung Pudak