Oleh: Sri Noorruwaida, Angkatan 8 SMP Negeri 1 Tanjung
sekata.id, TANJUNG – Setelah saya mengikuti kegiatan Guru penggerak Modul 1.1 yaitu Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Oleh Ki Hajar Dewantara banyak ide-ide yang muncul yang dapat diterapkan di sekolah mengenai pendidikan yang menyenangkan.
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anakk berada, sedangkan arti kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”.
Ki Hajar Dewantara menyatakan mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman”.
Ki Hajar Dewantara menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Artinya cara belajar dan interaksi murid Abad ke-21, tentu sangat berbeda dengan para murid di pertengahan dan akhir abad ke-20.
Sebagai seorang pendidik kita dalam menyampaikan materi harus melihat kondisi siswa, sehingga guru harus bisa membuat belajar menyenangkan tanpa menunjukkan bahwa sebenarnya yang dilakukan oleh peserta didik adalah sedang belajar.
Dalam penerapannya saya memulai mengajar di luar kelas, anak-anak dibiarkan melakukan interaksi dengan teman sejawat dalam memahami suatu materi, tak lupa saya tetap mendampingi untuk mengarahkan agar peserta didik tetap pada jalur proses belajar.
Saat belajar di kelas untuk mengubah suasana dalam penyampaian materi saya memberikan permainan yang sebenarnya tujuan dari permainan peserta didik harus menguasai materi untuk mendapatkan amunisi dalam permainan berupa pertanyaan-pertanyaan tertutup.
Respon peserta didik setiap pembelajaran selalu menebak kira-kira pertemuan selanjutnya permainan atau kegiatan menantang apa yang akan ditemukan pada jadwal berikutnya. Tidak lepas dari proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntutan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. (*)